16 November 2012

NABI-NABI PALSU (PART 2)

By. Pdt. Budi Asali, M. Div

Bahan PA GKIN “REVIVAL” (21 Maret 2012)

 

 

II)  CIRI-CIRI DARI NABI PALSU / PENGAJAR SESAT.


1)   Buah yang tidak baik. (Baca di part 1)
2)   Nubuat yang meleset.

Ul 18:22 - “apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya.’”.

Kalau ia bernubuat / meramal tentang masa depan dan meleset (sekalipun hanya meleset satu kali) maka ia adalah nabi palsu! Karena itu perhatikanlah orang-orang yang sering mengeluarkan nubuat! Khususnya Saksi-Saksi Yehuwa yang para tokohnya berulang kali menubuatkan kedatangan Yesus yang keduakalinya, tetapi berulang kali gagal / meleset! Demikian juga banyak orang Kharismatik yang extrim, yang bernubuat seenaknya sendiri, dan bolak balik meleset!

3)   Pengajaran yang sesat.

a)   Dasar kepercayaan / ajaran / prakteknya.

Nabi asli harus mempunyai prinsip ‘SOLA SCRIPTURA’ (= hanya Kitab Suci). Jadi, yang menjadi dasar kepercayaan / ajaran dan praktek hanyalah Kitab Suci.

Yes 8:19-20 - “(19) Dan apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’ maka jawablah: ‘Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?’ (20) ‘Carilah pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar”.

Nabi palsu sebaliknya. Mereka bisa mempercayai sesuatu, mengajar sesuatu, mempraktekkan sesuatu tanpa Kitab Suci, atau menggunakan / mendasarkannya pada Kitab Suci lain / sesuatu yang lain di luar Kitab Suci kita.

1.   Mengajar tanpa Kitab Suci.

Contoh:

a.   Mengajar berdasarkan illustrasi, tanpa Kitab Suci.

Misalnya:

·  Dalam mengajar seseorang untuk berbahasa Roh, pendeta-pendeta tertentu memerintahkan seseorang untuk mengucapkan apa saja yang tidak ia mengerti, nanti bisa berbahasa Roh. Ini diilustrasikan dengan pompa air yang harus dipancing dengan air dulu baru bisa mengeluarkan air.
·   Bahasa Roh yang hanya mengeluarkan kata-kata yang sama terus menerus, diilustrasikan dengan telegram, yang sekalipun terus bunyinya sama, tetapi nanti pada si penerima menjadi suatu kalimat.

b.   Mengajar berdasarkan pengalaman.

Misalnya:

·        Seseorang menyaksikan bahwa ia sembuh dari penyakit karena menggunakan minyak urapan! Padahal dalam Kitab Suci, minyak urapan hanya ada dalam Perjanjian Lama, dan sama sekali tidak digunakan untuk menyembuhkan.

Kel 30:22-33 - “(22) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (23) ‘Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, (24) dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. (25) Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. (26) Haruslah engkau mengurapi dengan itu Kemah Pertemuan dan tabut hukum, (27) meja dengan segala perkakasnya, kandil dengan perkakasnya, dan mezbah pembakaran ukupan; (28) mezbah korban bakaran dengan segala perkakasnya, bejana pembasuhan dengan alasnya. (29) Haruslah kaukuduskan semuanya, sehingga menjadi maha kudus; setiap orang yang kena kepadanya akan menjadi kudus. (30) Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagiKu. (31) Dan kepada orang Israel haruslah kaukatakan demikian: Inilah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus bagiKu di antara kamu turun-temurun. (32) Kepada badan orang biasa janganlah minyak itu dicurahkan, dan janganlah kaubuat minyak yang semacam itu dengan memakai campuran itu juga: itulah minyak yang kudus, dan haruslah itu kudus bagimu. (33) Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.

Catatan: kata ‘nya’ dalam ay 29 (yang saya cetak dengan huruf besar) seharusnya adalah ‘them’ = (mereka). Jadi ini bukan menunjuk pada minyak urapan tersebut, tetapi pada Kemah Suci dan perkakas-perkakasnya, yang telah dikuduskan oleh minyak urapan itu.

·         Seseorang sembuh dari penyakit atau naik jabatannya karena ikut Perjamuan Kudus. Padahal dalam Kitab Suci Perjamuan Kudus diperintahkan sama sekali bukan dengan tujuan untuk menyembuhkan orang sakit / menaikkan kedudukan dan sebagainya.

1Kor 11:23-26 - “(23) Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (24) dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”.

c.       Mengajar berdasarkan ‘suara Tuhan’, penglihatan, mimpi, nubuat, dan sebagainya.

·    Dalam Kitab Suci Tuhan memang sering menyampaikan firmanNya melalui hal-hal seperti itu. Tetapi apakah pada jaman sekarang Ia juga menggunakan cara-cara itu? Saya percaya, karena Allah itu maha kuasa, Ia bisa saja menggunakan cara-cara itu bahkan pada jaman sekarang. Yang saya tidak percaya adalah kalau Ia terus menerus menggunakan cara-cara tersebut. Mengapa? Karena ada perbedaan antara jaman dulu (jaman tokoh-tokoh Kitab Suci), dan jaman sekarang. Apa bedanya? Pada jaman itu, Kitab Suci belum ada atau belum lengkap. Pada jaman sekarang, Kitab Suci sudah ada dan sudah lengkap. Pada saat Kitab Suci, yang merupakan firman tertulis, itu belum ada / lengkap, maka Tuhan sering berbicara menggunakan cara-cara yang supranatural. Tetapi pada jaman sekarang, dimana Kitab Suci, yang adalah firman yang tertulis itu sudah ada dan sudah lengkap, maka Ia pada umumnya akan berbicara menggunakan Kitab Suci / Firman Tuhan yang tertulis itu. Pada saat seseorang membaca Kitab Suci, membaca buku Saat Teduh, mendengar khotbah / pelajaran, membaca buku-buku tafsiran / theologia, dan sebagainya, maka ia bisa mendengar Tuhan berbicara kepadanya. Syaratnya, apa yang dibaca / didengar itu betul-betul pelajaran yang Alkitabiah, bukan yang sesat!

Kalau pada jaman sekarang, dimana Kitab Suci sudah lengkap, Tuhan tetap terus menerus berbicara kepada manusia dengan menggunakan cara-cara yang supranatural, maka apa gunanya Ia memberikan Kitab Suci itu kepada kita? Dan apa akibatnya? Jelas bahwa Kitab Suci menjadi tidak ada gunanya, dan orang akan mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan Kitab Suci, dan terus menerus mencari Firman Tuhan melalui hal-hal yang supranatural itu! Karena itulah, maka tidak mungkin Tuhan terus menerus berbicara dengan cara-cara itu pada jaman sekarang! Karena itu, kalau ada orang / pendeta yang mengatakan bahwa Tuhan terus menerus berbicara kepadanya dengan menggunakan cara-cara itu, dan ia tiap hari melihat Yesus menampakkan diri dan berbicara kepadanya, dsb, maka saya mempunyai kecenderungan sangat besar untuk mengatakan bahwa atau ia membual, atau ia mendapatkan hal-hal itu dari setan! Ingat, setan bisa saja menyamar sebagai Tuhan / malaikat dsb!

2Kor 11:14b - “Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang”.

·         Kalau Tuhan berbicara kepada seseorang menggunakan cara-cara yang supranatural itu, maka ada satu hal yang pasti, yaitu: Ia tidak mungkin berbicara bertentangan dengan Kitab Suci, yang merupakan firmanNya yang tertulis. Karena itu, kalau ada orang bercerita bahwa Tuhan berbicara kepadanya dengan cara-cara seperti itu, kita perlu mengetahui semuanya secara mendetail / terperinci, supaya kita bisa membandingkannya dengan Kitab Suci. Kalau ada pertentangan sedikit saja, maka atau orang itu membual, atau ia mendapatkan hal itu dari setan.

Contoh:

*  Orang mendapat penglihatan tentang Maria, yang menyatakan diri sebagai perawan yang tak bercela / berdosa. Ini jelas bertentangan dengan Ro 3:23 yang menyatakan semua manusia berdosa. Yang dikecualikan oleh Kitab Suci hanya Yesus (Ibr 4:15  2Kor 5:21).
*       Orang yang dibawa oleh Tuhan untuk melihat neraka, dan di sana ia melihat setan menyiksa orang-orang yang masuk neraka. Ini bertentangan dengan Kitab Suci yang mengatakan bahwa setan baru akan masuk neraka pada akhir jaman (Wah 20:10), dan kalau mereka masuk neraka nanti, mereka akan disiksa, bukan menyiksa (Wah 20:10  Mat 8:29).

Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.

Mat 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.

2.  Mengajar menggunakan sesuatu yang lain sebagai dasar ajaran; dengan kata lain, mereka menambahi Kitab Suci.

Contoh:
a.   Gereja Mormon mengajar menggunakan Kitab Suci + the Book of Mormon.
b.   Gereja Roma Katolik mengajar berdasarkan Kitab Suci + kitab-kitab Deuterokanonika + keputusan Sidang Gereja + kata-kata Paus + tulisan bapa-bapa gereja.

3.   Nabi palsu juga bisa mengurangi Kitab Suci.

Ini biasanya memang tidak dilakukan secara resmi, tetapi dalam penafsiran mereka mengabaikan ayat-ayat tertentu yang tidak cocok dengan kepercayaan / ajaran mereka.

4.     Nabi palsu bisa mengajarkan berdasarkan ayat-ayat Kitab Suci, tetapi yang mereka tafsirkan secara kacau.

Misalnya Saksi Yehuwa mungkin adalah sekte yang paling banyak menggunakan ayat-ayat Kitab Suci. Tetapi ayat-ayat itu mereka tafsirkan secara kacau balau, mereka putar-balikkan dan sebagainya.

Ini juga sering dilakukan oleh pendeta-pendeta yang tidak sekolah theologia, atau yang sekolah di sekolah yang diajar oleh guru-guru / dosen-dosen yang tidak sekolah theologia. Jadi seperti orang buta membimbing orang buta.
Seringkali mereka berkata: tak perlu sekolah theologia, karena rasul-rasul juga tak pernah sekolah theologia. Ini salah, karena kita berbeda dengan rasul-rasul dalam hal-hal ini:
a.   Rasul-rasul mengerti bahasa Ibrani dan Yunani yang merupakan bahasa asli Kitab Suci, kita tidak.
b.  Rasul-rasul hidup di sana pada jaman itu, sehingga mereka mengerti tradisi dan latar belakang jaman itu, kita tidak.
c.   Rasul-rasul adalah orang-orang Yahudi, yang sejak kecil dididik Firman Tuhan (Perjanjian Lama) secara sangat keras, kita tidak.
d.   Rasul-rasul ikut Yesus 3 ½ tahun, dan melihat kesucian hidup Yesus, mujijat-mujijat Yesus, dan mendengar ajaran-ajaran yang sempurna dari Yesus. Ini lebih hebat dari sekolah theologia manapun!

Karena itu, mengatakan bahwa karena rasul tak pernah sekolah theologia, jadi kita juga tidak perlu sekolah theologia, merupakan suatu kata-kata yang sangat bodoh!

Sebetulnya, ada banyak juga pendeta-pendeta yang sekalipun sekolah theologia, tetapi tetap saja dalam menafsirkan tidak mempedulikan hermeneutics / ilmu penafsiran Kitab Suci, sehingga ajarannya menjadi sesat. Jadi, belajar hermeneutics dan menerapkannya, merupakan sesuatu yang mutlak supaya tidak sesat. Sebetulnya jemaat juga harus belajar hermeneutics, supaya kalau ada pengkhotbah / pendeta yang mengajar menggunakan hermeneutics yang salah, jemaat bisa tahu.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)